Hampir setiap provinsi atau daerah memiliki tari tradisional dan ini juga berlaku di Sumatera Utara. Ada berbagai tari tradisional Sumatra Utara yang mungkin tidak banyak diketahui orang.
Menariknya setiap tari tersebut memiliki makna tertentu dan itu berdasarkan cerita rakyat. Hadirnya tari adat ini berasal dari berbagai adat di provinsi tersebut mulai Batak, Mandailing dna yang lainnya. Tertarik berwisata dan mempelajari budaya di Sumatera Utara? Kamu bisa ikutin tour kami di Amirtourtravel.
20 Daftar Tari Tradisional Sumatra Utara
Ada berbagai tarian yang ada di provinsi Sumatera Utara dan berikut ulasan selengkapnya:
Tortor Sawan Panguras
Cerita dari tarian ini diawali dari dukun wanita yang diminta menafsirkan mimpi oleh raja. Akhir dia dan 6 gadis lainnya melakukan ritual dengan meletakkan mangkuk di atas kepala sambil menari diiringi musik khas Batak.
Dengan adat tersebut akhir tarian itu berkembang yang diyakini mampu mengusir roh jahat. Bukan hanya itu, tarian ini juga memakai properti yang sama dan hanya dimainkan oleh wanita serta diiringi musik Batak.
Tortor Tunggal Panaluan
Jenis tarian tortor tunggal sudah berusia ratusan tahun dan sudah ada sejak etnis Batak ada di daerah tersebut. Menurut cerita, tarian ini mengandung nilai spiritual yang sangat tinggi.
Sebab pada awalnya, tarian tersebut digunakan sebagai media komunikasi antara manusia dan dawa. Tujuannya tarian itu untuk meminta bantuan dan keselamatan dari berbagai bahaya dan bencana. Oleh karena itu sebelum melakukan tarian maka seseorang harus berhati bersih dan tanpa niat kotor.
Gundala-Gundala
Dalam suku Batak Karo, tari Gundala lebih banyak dikenal sebagai tarian pemanggil hujan. Dalam melakukan tarian, penari harus memakai topeng dari bahan kayu sebagai propertinya.
Penyebutan pemanggil hujan karena kematian seekor burung bernama Gurda-gurdi oleh raja dan pasukannya. Kematian burung itu membuat rakyat sedih dan waktu itu hujan pun turun seakan bersedih. Dari kejadian itu maka tarian tersebut disebut demikian sekaligus mengenang kematian burung raksasa tersebut.
Piso Surit
Dalam kisahnya, tarian itu berawal dari seorang wanita yang menunggu kekasih dalam waktu lama. Karena itu penantian itu maka wanita itu diibaratkan burung Piso Surit yang selalu memanggil-manggil seolah menunggu seseorang. Sehingga jadilah tarian itu bernama Piso Surit.
Umumnya tarian itu digunakan untuk menghormat tamu yang berkunjung. Lalu tariannya dimainkan oleh wanita dengan gerakan lemah gemulai seolah sedang merenung dan bersedih.
Lima Sedangkai
Dalam tarian Sumatera utara ini, para penarinya dilakukan secara berpasang-pasangan. Tarian tersebut membutuhkan 10 orang pemuda-pemudi yang nantinya akan terbagi menjadi 5 pasangan.
Menurut cerita, tarian tersebut sudah ada sejak 50 tahun yang lalu. Umumnya tarian itu selalu dihadirkan di berbagai acara adat baik kerja tahunan atau Guro-Guro.
Mbuah Page
Selain Lima Sedangkai, Mbuah Page juga kerap dilakukan di berbagai perayaan kerja tahunan. Dengan tarian itu harapannya agar hasil panen masyarakat melimpah dan terus meningkat setiap tahunnya.
Endeng-Endeng
Tarian tersebut berasal dari Tapanuli Selatan dan dilakukan ketika menanam atau panen raya. Untuk melakukan tarian itu harus ada 10 orang yang terbagi dalam beberapa tugas sebagai berikut:
- Pemain Keyboard : 1 orang
- Vokalis : 2 orang.
- Penabuh gendang : 5 orang
- Pemain tamborin : 1 orang
- Pemain ketipung : 1 orang.
Untuk menampilkan tarian tersebut umumnya membutuhkan waktu 4 jam. Hal yang menarik dari tarian tersebut ada pada joget, tarian dan lagu-lagunya tergolong ceria dan menyenangkan.
Tor-Tor Naposo Nauli Bulung
Dalam bahasa Sumatera, Naposo Nauli memiliki makna pemuda dan pemudi. Dengan makna tersebut maka tarian ini dimainkan oleh 3 pasangan pria dan wanita. Lalu tarian tersebut sering dijadikan untuk kegiatan umum dan media hiburan saja.
Lalu 3 barisan pasangan di tarian ini harus memiliki marga yang berbeda. Maka bila di bagian depan marganya Nasution maka barisan di belakang harus bermarga Lubis atau yang lainnya.
Guro-Guro Aron Terang Bulan
Nama dari tarian tersebut bila diartikan dalam bahasa Indonesia muda-mudi yang bersenda gurau. Sehingga dalam satu tarian ada satu kelompok yang bentuknya arisan dan sedang mengerjakan ladang. Lalu dari sisi pembentukannya bisa gerak naik turun (gerak endek), gerak goyang badan (gerak jole) dan lainnya.
Tor-Tor Tepak
Bentuk tarian lainnya ada Tor-Tor Tepak yang umumnya ditampilkan ketika pernikahan. Jadi ketika mempelai sudah datang maka penyambutannya menggunakan tarian tersebut.
Selain itu, pelaksanaan tarian juga sering digunakan untuk pembukaan sidang adat. Lalu ketika perayaan apapun dengan tariak ini rata-rata dilakukan selama 3 hari 3 malam atau 7 hari 7 malam.
Sarama Datu
Dalam pelaksanaannya, tarian tersebut kerap dikaitkan dengan upacara ritual Paturun Sibaso. Umumnya setiap tarian selalu diiringi dengan adanya musik Gordang Sambilan.
Tarian itu mulai diselenggarakan ketika terjadi musibah penyakit menular dan kemarau panjang. Karena itu masyarakat sekitar meminta pertolongan pada roh-roh leluhur dengan perantara Sibaso. Pilihan pada tokoh tersebut karena dialah yang bisa berkomunikasi dengan Begu (makhluk halus).
Manduda
Tari Manduda dari sisi maknanya memiliki kesamaan dengan Tari Piring di Sumatera Barat. Bentuk gerakan dari tarian berawal dari cerita petani yang bekerja di sawah mulai dari menanam hingga panen.
Bentuk gerakan yang seperti itu dilakukan sebagai bentuk rasa syukur karena berhasil memanen. Karena bentuk keceriaannya maka gerakan di tarian ini sangat bersemangat dan dilakukan oleh pria dan wanita.
Haroan Bolon
Haroan Bolon pertama kali diciptakan pada tahun 1959 oleh Tuan Taralamsyah Saragih. Nama dari tarian itu awalnya judul lagu dan sekaligus dijadikan iringan dalam tarian tersebut.
Lalu dari sisi gerakannya tidak jauh berbeda dari Manduda dimana menggambarkan kegiatan bertani. Hanya saja pada bagian ini dimulai dari pembibitan, perawatan, panen hingga menumbuk padi menjadi beras.
Fanari Moyo
Nama tarian lainnya ada Fanari Moyo dan rata-rata pemainnya adalah wanita. Mayoritas gerakan dari tarian tersebut seperti burung elang yang sedang terbang di angkasa.
Bentuk gerakan yang seperti itu menggambarkan akan kekuatan dan kegigihan dari seekor elang dan masyarakat Nias. Lalu tarian seperti ini lebih banyak dipertontonkan sebelum dan sesudah acara adat.
Fatale
Nama tarian Fatale lebih sering disebut sebagai tari perang. Sebab gerakannya seperti orang yang sedang bergerang dan mengamuk. Karena itu ketika tarian itu dimainkan maka gerakannya terkesan seperti peperangan asli.
Bahkan bentuk adegan yang diperagakan juga mirip dengan pertunjukan di panggung teater. Lalu dari sisi musiknya juga menegangkan, realistik dan mengikuti naskah yang ada.
Jadi tari tradisional Sumatra Utara sangat beragam karena terbagi dalam berbagai suku. Semua tarian tersebut memiliki ciri khas tertentu mulai dari gerakan seperti petani, berperang hingga yang lainnya.
Tarian itu juga kerap digunakan di berbagai acara adat atau pernikahan di daerah tersebut. Kemudian dari sisi orang menari ada yang pemuda-pemudi atau kalangan wanita saja.